Analisis Kesesuaian SKL, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian dalam Meningkatkan HOTS Siswa

  Rendahnya prestasi siswa Indonesia dalam PISA dan PIRLS tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat berpikir siswa Indonesia masih perlu ditingkatkan. Hal tersebut juga sesuai dengan ungkapan Menteri Pendidikan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa siswa Indonesia belum siap menghadapi soal yang berkriteria HOTS (higher order thinking skills). 
       Berangkat dari masalah terebut, penulis akan menganalisis tentang kesesuaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses (SPro), dan Standar Penilaian (SPen) dalam mewujudkan pendidikan yang mampu meningkatkan kecanggihan berpikir siswa.
1.      Analisis SKL
Rumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SD/ MI/ SDLB/ Paket A pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 telah tegas menyatakan pentingnya penguasaan keterampilan berpikir tingkat tinggi sejak usia SD. Taksonomi Bloom sebagai rujukan SKL telah mengelompokkan SKL pada tiga domain, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Adapun hasil evaluasi penulis terhadap SKL jenjang SD/ MI/ SDLB/ Paket A adalah sebagai berikut.
a.       Rumusan sikap dalam SKL merupakan pedoman siswa dalam berpikir dan bertindak. Secara garis besar, rumusan sikap dalam SKL tersebut telah mencakup sikap kepada Sang Pencipta (beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME), sikap kepada sesama makhluk (berkarakter, jujur, peduli, dan bertanggungjawab), sikap pembelajar sepanjang hayat sebagai mental dalam berpikir kritis dan kreatif, dan sikap berkehidupan cerdas (sehat jasmani dan rohani).
b.      Rumusan pengetahuan dalam SKL mencakup pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar yang berkenaan dengan IPTEKS dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara. Pengetahuan ini sangat penting bagi siswa sebagai modal dasar dan/ atau alat untuk mengembangkan pengetahuannya melalui proses penemuan, pemecahan masalah, penciptaan proyek, dan lainnya. Hasil penelitian Puspitasari menyatakan bahwa semakin baik penguasaan konsep pengetahuan seseorang maka akan semakin mudah ia untuk berpikir tingkat tinggi (Puspitasari, Yuliati, & Kusairi, 2017). Permasalahan yang ditemukan di lapangan adalah kurangnya pemahaman guru terhadap karakteristik pengetahuan dalam materi pelajaran sehingga pengetahuan konseptual tidak dijelaskan secara mendalam dan pengetahuan prosedural tidak diikuti dengan praktik.
c.       Rumusan keterampilan di dalam SKL telah tegas menyatakan bahwa kritis dan kreatif adalah salah satu keterampilan berpikir dan bertindak yang wajib dikuasai siswa SD/MI di samping keterampilan lainnya, seperti: produktif, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif. Rumusan SKL tersebut telah mencakup keterampilan abad 21 (Erstad & Voogt, 2018).
Rumusan SKL yang bersifat umum tersebut juga telah diperinci Pemerintah ke dalam Kompetensi Dasar- Kompetensi Dasar yang siap diterapkan ke dalam proses pembrlajaran dengan memperhatikan tahap perkembangan psikologi anak, kesinambungan kompetensi pada setiap jenjang pendidikan, lingkup dan kedalaman materi, serta lingkungan siswa. 
Dengan demikian, tingkat kesesuaian rumusan SKL dengan HOTS cukup baik dan kedudukan SKL sebagai acuan standar proses dan penilaian akan secara otomatis mengharuskan guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis HOTS (Permendikbud Nomor 20 tahun 2016).

2.      Analisis Standar Isi
Dalam rangka mencapai SKL, permendikbud Nomor 21 tahun 2016 telah  menetapkan standar isi yang terdiri dari tingkat kompetensi dan kompetensi inti. Adapun hasil evaluasi penulis terhadap standar isi pada tingkat kompetensi SD/MI/SDLB adalah sebagai berikut.
a.  Rumusan sikap pada standar isi masih kurang memenuhi kebutuhan SKL, yakni sikap “pembelajar sejati sepanjang hayat” yang terdapat pada SKL belum terwakili pada kompetensi inti. Oleh karena itu, penulis memandang perlu penambahan rumusan sikap dalam standar isi, seperti sikap tangguh dan ulet. Sikap tangguh ini merupakan ciri dari orang yang memiliki minat dan kemauan yang tinggi dalam belajar dan menyelesaikan sebuah masalah secara tuntas. Supriadi dalam Fauziah menjelaskan bahwa sikap positif dari dalam diri sendiri merupakan salah satu faktor pendorong seseorang untuk berpikir kritis dan kreatif (Fauziah, 2011).
b.  Rumusan pengetahuan dalam standar isi cukup lengkap dalam menjelaskan SKL. Selain rumusan pengetahuan, kompetensi inti juga telah merekomendasikan pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah (mengamati, menanya, menalar, dan mencoba) sebagai cara untuk mempelajari pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan meta kognitif. Tingkat penguasaan guru terhadap pengetahuan tersebut akan sangat mempengaruhi kemampuan guru dalam berpikir dan bertindak secara kritis dan kreatif (Madhuri, Kantamreddi, & Prakash Goteti, 2012; Storer, 2018).
c.   Rumusan keterampilan dalam standar isi cukup baik dalam menjelaskan SKL dan keduanya cukup tegas dalam menyatakan bahwa keterampilan berpikir dan bertindak kritis dan kreatif sangat perlu dilatih dan dikembangkan sejak usia Sekolah Dasar. Dengan keterampilan tersebut, siswa diharapkan dapat menyajikan pengetahuan dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
Hasil evaluasi penulis terhadap kompetensi dasar (KD) SD/MI adalah bahwa ruang lingkup dan kedalaman materi dalam setiap Kompetensi Dasar (KD) telah tersusun sistematis dari yang paling dekat dengan diri siswa hingga ke yang agak jauh, dan dari yang sederhana ke arah yang lebih rumit. Adapun kata kerja yang digunakan dalam setiap KD cenderung pada kegiatan mental yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Misalnya, mengklasifikasi, menganalisis, meneliti, menalar, menyajikan, menarik kesimpulan, dan membuat karya cipta.
Dengan demikian, rumusan standar isi dalam permendikbud nomor 21 cukup ideal dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Namun di sisi lain, hasil analisa terhadap hasil survei TIMSS tahun 2015 menyebutkan bahwa rendahnya nilai siswa antara lain disebabkan oleh rendahnya kemampuan siswa dakam menerapkan pengetahuan oada berbagai konteks permasalahan (Jones, Wheeler, & Centurino, 2015). Oleh karena itu, penerjemahan KI dan KD ke dalam bahan ajar dan kegiatan pembelajaran harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan banyak hal sehingga desain pembelajaran yang diterapkan guru efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

3.      Analisis Standar Proses
Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Adapun hasil evaluasi penulis terhadap Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses adalah sebagai berikut.
a.       Perencanaan pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdiri dari 13 komponen tampak terlalu gemuk sehingga tidak efisien dari segi waktu dan kertas yang digunakan. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar format dan komponen rencana pembelajaran itu dirampingkan agar tidak terjadi perulangan. Misalnya, identitas sekolah, kelas dan semester cukup ditulis di halaman depan saja, tujuan pembelajaran dihapus saja karena telah dapat diwakili oleh indikator pencapaian kompetensi (IPK), media dan sumber belajar digabung. Contoh komponen yang  tersisa adalah: tema/ sub tema, alokasi waktu, KD/IPK, Peta materi, metode, skenario belajar, media & bahan, dan perangkat penilaian.

Saran penulis pada bidang perencanaan pembelajaran adalah: mewajibkan sekolah untuk menjaga mutu RPP guru. Misalnya, penyusunan RPP harus dilakukan guru secara bersama-sama dengan guru se-bidang di gugusnya, kemudian draft RPP yang dihasilkan harus direviu dan divalidasi oleh koordinator tim guru se-bidang dan pengawas sekolah sebelum ditandatangani oleh kepala sekolah sehingga terjadi mutual learning antar guru, pengawas dan sistem penjaminan mutu pembelajaran berjalan dengan baik.
b.      Pelaksanaan pembelajaran
Penekanan pada model pembelajaran berbasis penemuan, penelitian, proyek, dan pemecahan masalah secara teoritis dan menurut penelitian terdahulu dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa. Namun, pelaksanaan model pembelajaran tersebut tentu menuntut kompetensi profesional (content knowledge) dan pedagogik yang baik. Oleh karena itu, LPTK, masyarakat, dan swasta yang berada di sekitar sekolah harus bekerjasama dalam membuat dan melaksanakan program peningkatan kompetensi profesional dan pedagogik yang disesuaikan dengan kebutuhan guru dan dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan.
c.       Evaluasi pembelajaran
Ragam instrumen evaluasi pembelajaran yang direkomendasikan dalam standar proses cukup lengkap dalam menilai proses dan hasil belajar. Kebijakan tentang model pemanfaatan hasil evaluasi untuk perbaikan pembelajaran juga masih kurang jelas dalam standar proses sehingga guru masih jarang ditemukan melakukan intropeksi diri (PTK) berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran.
d.      Pengawasan proses pembelajaran
Sistem pengawasan dalam standar proses pembelajaran di Indonesia bertujuan untuk membina guru dan meningkatkan mutu pembelajaran. Penjelasan tentang pengawasan proses pembelajaran dalam standar proses meliputi sistem, entitas, bentuk, dan prinsip. Namun, pelaksanaan pengawasan tersebut perlu didukung dengan aturan dan sistem yang lebih kuat agar tujuan dari pengawasan sebagai pembinaan guru dan peningkatan mutu pembelajaran dapat tercapai dengan lebih baik. Misalnya, membangun sistem rekruitmen kepala sekolah dan pengawas yang berintegritas, menggerakkan tim evaluasi dinas pendidikan, mengadakan pemilihan pengawas dan guru teladan, berprestasi, dan kreatif.

4.      Analisis Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2016 mencakup kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar siswa yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar. Hasil evaluasi penulis terhadap standar penilaian pendidikan adalah sebagai berikut.
a.       Standar penilaian pendidikan telah mengacu pada SKL/KI/KD/IPK, yakni mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penulis menyarankan agar penyusunan instrumen penilaian tidak hanya terpaku pada indikator pencapaian kompetensi, melainkan juga harus memperhatikan materi dan skenario pembelajaran yang digunakan oleh guru.
b.      Penulis menyarankan agar prinsip-prinsip penilaian yang telah ada ditambah dengan prinsip edukatif dan autentik. Edukatif berarti memotivasi guru untuk memperbaiki cara mengajarnya dan memotivasi siswa untuk memperbaiki cara belajarnya sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran.
c.       Prinsip terpadu dalam standar penilaian berarti bahwa kegiatan penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran. Dalam perspektif penulis, prinsip terpadu ini berdekatan makna dengan prinsip atau pendekatan otentik yang telah dijelaskan pada standar proses, yaitu menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (LPTIK, 2016).
d.      Sifat keterbukaan standar penilaian kepada bentuk-bentuk penilaian lain memberikan ruang bagi guru untuk menerapkan bentuk penilaian yang kreatif.  Misalnya: pemberian masalah terbuka (open ended) atau kontekstual, pengajuan pertanyaan beranak pinak, dan penugasan/ proyek (Noer & Gunowibowo, 2018).
e.       Standar penilaian belum menjelaskan aturan khusus untuk siswa yang berkebutuhan khusus (ABK) sehingga guru banyak bingung dalam menentukan KKM suatu mata pelajaran.
f.       Penulis menyarankan agar mekanisme analisis kualitas instrumen sebagai salah satu bagian penting dalam prosedur penilaian perlu dijabarkan lebih rinci sehingga para guru benar-benar menjamin kualitas suatu instrumen yang digunakannya.
Hamdan Husein Batubara

Insan cendikia yang senang belajar, berdiskusi, dan berbagi ilmu pengetahuan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama